SALAM PAPUA (TIMIKA) – Anggota DPR Provinsi (DPRP)
Papua Tengah Yohanes Felix Helyanan mendukung penuh kebijakan Gubernur Papua
Tengah Meki Fritz Nawipa terkait pengangkatan pegawai non-ASN dan PPPK 90
persen untuk orang Asli Papua (OAP) dan 10 persen untuk non-OAP di lingkup Pemerintah
Provinsi (Pemprov).
Bahkan menurut pria yang akrab disapa John Thie ini, porsi
yang lebih banyak kepada OAP ini diberikan juga untuk jabatan-jabatan strategis
di pemerintahan seperti jabatan eselon 2 dan di fasilitas-fasilitas umum
lainnya. Karena bukan hanya sebagai pegawai negeri, pekerjaan itu juga bisa di
perhotelan, di restoran, dan di tempat-tempat lain.
Banyak orang-orang Papua yang memiliki kemampuan di segala
bidang, hanya saja mereka seakan tidak diprioritaskan dan tidak diberi
kesempatan sebagaimana mestinya untuk berkarya.
“Kebijakan Gubernur ini menurut saya sangat baik dan saya
dukung penuh. Kita sebagai pendatang atau warga non-Papua di Papua, khususnya
di Papua Tengah, harus berbesar hati, karena selama ini kita juga telah diberi
kesempatan yang sangat luas di berbagai bidang,” ujar legislator dari fraksi PDI Perjuangan ini kepada salampapua.com, Rabu (9/4/2025).
John mengungkapkan bahwa kebijakan Gubernur Meki Nawipa ini
justru merupakan penerapan UU Otsus yang sesungguhnya kepada OAP di Papua
Tengah, dan sekaligus untuk menjawab keluhan OAP yang selalu menyampaikan bahwa
selama ini mereka kurang diperhatikan serta tidak diberi porsi khusus sesuai
yang tercantum di dalam UU Otsus.
Dia justru melihat saat masuk seperti ke kantor-kantor pemerintahan,
di Bandara, di fasilitas-fasilitas umum dan di tempat-tempat lainnya, seolah-olah
bukan datang di Papua lantaran orang-orang yang bekerja di situ didominasi
orang-orang non-OAP.
“Saya melihat saat datang ke kantor-kantor dan lainnya di
Papua, seolah-olah kita tidak datang di Papua karena orang-orang yang bekerja
di situ semuanya bukan orang Papua. Jadi sekali lagi saya berterima kasih
kepada pak Gubernur untuk kebijakan yang sangat baik ini, yang lebih
menempatkan OAP pada tempat yang semestinya di tanah Papua ini,” tegasnya.
Selain itu Dia juga menyoroti soal indikasi terjadinya
praktik-praktik kotor seperti sistem “orang dalam” dan sistem kerabat saat ada
pengangkatan CPNS di Papua. Dimana karena ada permainan dari “orang dalam” atau
ada hubungan kekerabatan dengan orang-orang dari luar Papua, tiba-tiba orang-orang
dari luar Papua tersebut telah memiliki KTP Papua dan dapat mendaftar sebagai
CPNS di Papua.
Dia mengimbau agar Disdukcapil dengan lebih teliti memberi
KTP kepada warga Papua, termasuk juga kepada Ketua RT, Ketua RW maupun Camat
agar juga dengan teliti saat hendak memberikan surat keterangan domisili. Perlu
dicermati warga yang akan mengurus KTP atau surat keterangan domisili adalah benar-benar
warga yang sudah lama tinggal di Papua atau tidak.
“Ada hal yang perlu kita antisipasi, bukan karena orang
Papua kalah berkompetisi saat CPNS misalnya, tapi saat ada penerimaan CPNS, orang
yang bukan tinggal di Papua atau bahkan belum pernah ke Papua tiba-tiba mereka
ada namanya di daftar penerimaan CPNS di Papua dan memiliki KTP Papua karena
ada pejabat-pejabat di instansi-instansi tertentu yang memiliki hubungan
kerabat atau saudara dengan mereka. Ada praktik sistem kerabat dan sistem ‘orang
dalam’. Ini yang harus diantisipasi. Untuk instansi terkait juga perlu dicemati
baik-baik saat pengurusan KTP,” ungkapnya.
Di sisi lain, Dia juga berpesan kepada orang-orang Papua
yang telah diberi kesempatan melalui kebijakan Gubernur Papua Tengah ini agar
bekerja profesional dan menunjukkan karyanya.
“Saya berpesan kepada saudara-saudara kita orang Papua agar
bekerja dengan baik dan profesional. Tunjukkan bahwa orang Papua itu juga memiliki
kemampuan dan dapat menghasilkan banyak prestasi di dunia pekerjaan,” tutupnya.
Penulis/Editor: Jimmy