SALAM PAPUA (TIMIKA)- Sudah tahu pisang raksasa
endemik Papua? Data Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (BP2LHK) Manokwari, menyebutkan, pisang raksasa yang ditemukan di
Papua ini tumbuhan endemik yang memiliki nama latin Musa ingens atau Musa ingens
N.W.Simmonds.
Tinggi tumbuhan pisang raksasa Papua ini bisa mencapai 10-15
meter. Bahkan di hutan dan kebun warga di Papua, pisang ini bisa setinggi 25
meter. Pisang raksasa ini, pertama kali dikoleksi sebagai spesimen oleh
Womersley, J.S dan Simmonds N.W. pada 22 Desember 1954 di New Guinea. Ia
disimpan sebagai spirit colection pada Herbarium Kew Inggris.
Pisang ini punya warna kulit buah hijau saat muda dan
kekuningan ketika masak. Buah pisang ini memiliki biji cukup banyak. Jenis
pisang ini tumbuh di pegunungan ketinggian 1.000-1.700 mdpl. Tinggi tumbuhan
ini bisa mencapai 10-15 meter. Bahkan di hutan dan kebun warga di Papua, pisang
ini bisa setinggi 25 meter. Pisang raksasa dari Papua, begitu biasa orang-orang
menyebutnya.
Data Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (BP2LHK) Manokwari, menyebutkan, pisang raksasa yang ditemukan di
Papua ini tumbuhan endemik yang memiliki nama latin Musa ingens atau Musa
ingens N.W.Simmonds.
Pisang raksasa ini, pertama kali dikoleksi sebagai spesimen
oleh Womersley, J.S dan Simmonds N.W. pada 22 Desember 1954 di New Guinea. Ia
disimpan sebagai spirit colection pada Herbarium Kew Inggris. Pisang raksasa
yang tumbuh terbatas di Papua. Salah satu lokasi keberadaan pisang ini di
Kampung Kwau, Distrik Mokwam, Kabupaten Manokwari, yang berbatasan dengan
Kabupaten Pegunungan Arfak. Perjalanan dari pusat kota Manokwari ke lokasi ini
menempuh waktu sekitar 2 jam.
Pisang raksasa yang tumbuh terbatas di Papua. Salah satu
lokasi keberadaan pisang ini di Kampung Kwau, Distrik Mokwam, Kabupaten
Manokwari, yang berbatasan dengan Kabupaten Pegunungan Arfak. Batang pisang ini
biasa berdiameter 70 cm dengan tinggi 10–15 m. Meskipun begitu, penuturan
masyarakat, diameter pohon bisa 1-1,5 meter dengan tinggi sekitar 25 meter
bahkan lebih.
Daun berbentuk macam pisang umumnya dengan ukuran lebih
besar, lebar sekitar satu meter dan panjang sampai enam meter. Ukuran buah
diameter bisa 4-6 cm dan panjang sekitar 10–15 cm. Ukuran tandan seperti pisang
umumnya dengan diameter sekitar 35-50 cm, panjang 70-80 cm.
Hadi Warsito dari BP2LHK Manokwari memberikan informasi soal
pisang ini. Dia bilang, warna kulit buah hijau saat muda dan kekuningan ketika
masak. Buah pisang ini memiliki biji cukup banyak dengan ukuran lebih besar
atau sama dengan pisang umumnya. Jenis pisang ini tumbuh di pegunungan
ketinggian 1.000-1.700 mdpl.
n jenis ini hanya ada di Pulau Papua, meliputi Manokwari
(Cagar Alam Pegunungan Arfak), Kaimana, Teluk Wondama dan Fak-Fak (Cagar Alam
Fak-Fak Tengah). Juga di Kabupaten Yapen (Cagar Alam Yapen Tengah) dan di
Kabupaten Tambrauw (Banfot dan Esyom Muara Kali Ehrin).
Biasanya, pisang raksasa ini tumbuh di hutan sekunder atau
hutan bekas kebun dan kanan kiri jalan dengan tanah bersubstrat atau solum
tanah dalam. Jenis pisang ini tumbuh bergerombol atau terpisah dan biasa
berasosiasi dengan jenis Lithocarpus rufovillosus, Musa arfakiana, Musa
balbisina, Dodonaea viscos, Piper umbellatum dan Alphitonia macrocarpa.
Ayub Yekwam, Kepala Kampung Banfot, Kabupaten Tambrauw,
Papua Barat, mengatakan, buah pisang ini tidak dikonsumsi masyarakat setempat
ataupun mereka konsumsi terbatas. Alasannya, biji banyak hingga kurang disukai.
Warga hanya gunakan daun pisang untuk atap rumah darurat di hutan, alas duduk
dan alas makanan. Sedangkan pelepah, katanya, untuk menyimpan hasil buruan atau
hasil kebun.
Bahkan, kata Ayup, buah pisang raksasa atau yang mereka
sebut dalam bahasa lokal dengan ndowin atau apit sepoh ini tidak mereka
konsumsi karena dianggap pamali. Mereka hanya pakai untuk kegunaan lain seperti
obat-obatan. Ayup punya pisang ini di kebunnya.
“Ndowin atau apit sepoh ini tidak bisa kami makan karena
dianggap pamali. Kami biasa pake untuk obat atau buat dinding rumah begitu
saja”
Yewen, warga Kampung Sikor mengatakan, apit seboh bisa
dimakan namun banyak sekali biji. Menurut kepercayaan warga, untuk mengurangi
biji, saat menebang tak boleh pakai parang melainkan menikam batang tepat di
bagian akar hingga roboh, barulah mulai mengambil buahnya.
“Pisang ini ada di kami punya tempat, Esyom, Muara Kali
Ehrin.”
Hadi Warsito, Richard Gatot Nugroho dan Pudja Mardi Utomo
dari BP2LHK Manokwari mengatakan, pisang raksasa ini termasuk langka, belum ada
budidaya karena pemanfaatan belum diketahui pasti. Menurut mereka, pisang
raksasa ini tumbuh begitu saja tanpa budidaya. Keberadaan tumbuhan ini terancam
kala pembangunan marak mengubah hutan jadi peruntukan lain.
“Mungkin akan habis karena marak pembangunan di Papua saat
ini,” kata Hadi. (mangobay.com)
Editor: Sianturi